Ticker

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Responsive Advertisement

Kasus Hambalang, KPK Empat Kali Gelar Perkara

JAKARTA- Lebih dari 60 saksi sudah diperiksa, empat kali pula dilakukan gelar perkara, namun Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), hingga kemarin, belum juga menemukan tersangka dalam kasus dugaan korupsi megaproyek Pembangunan Pusat Pendidikan, Pelatihan, dan Sekolah Olahraga Nasional Hambalang.

Dalam gelar perkara keempat, Jumat (8/6), KPK kembali memutuskan bahwa perkara tersebut belum dapat dinaikkan ke tingkat penyidikan. Itu artinya, belum akan ada tersangka. Pengusutan kasus Hambalang tetap masih dalam tahap penyelidikan.

“Kesimpulan gelar perkara, tim diminta untuk mendalami kembali temuan-temuan hasil penyelidikan yang ada, baik dari keterangan pihak-pihak maupun data-data lain,” kata juru bicara KPK, Johan Budi SP usai gelar perkara di Gedung KPK, Jakarta, kemarin.

Menurut Johan, pimpinan juga memperkuat tim penyelidik Hambalang dengan back up anggota tambahan untuk mendalami hasil temuan sebelumnya. “Dalam waktu sepekan ke depan akan dilakukan gelar perkara kembali,” janji Johan.

Panjangnya masa penyelidikan kasus Hambalang ini agak kontras dengan pernyataan-pernyataan pimpinan KPK.

Sebelumnya, Ketua KPK Abraham Samad menyatakan sejauh ini lembaganya tidak mengalami kesulitan menghimpun barang bukti dan keterangan dalam kasus tersebut. Hanya, dia mengakui bahwa untuk meningkatkan status kasus ke penyidikan bukan perkara mudah.

“Ada prinsip KPK itu prudent, harus berhati-hati supaya akurat. KPK tidak mengenal yang namanya SP3 (surat perintah penghentian penyidikan-red). Karena itu kami berhati-hati betul sehingga yang dirasakan masyarakat kok lama. Kami minta masyarakat bersabar,” terangnya.

Proyek Hambalang di Desa Hambalang, Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor, menelan anggaran total Rp 2,5 triliun.

Proyek sport center yang dibangun dengan anggaran multiyears sejak 2010 ini berubah menjadi kontroversial setelah mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin, mengungkapkan ada dana Rp 100 miliar mengalir ke Anas Urbaningrum.

Campur Tangan Anas

Nazar —yang menjadi terpidana 4 tahun 10 bulan penjara dalam kasus korupsi proyek Wisma Atlet SEA Games 2011— mengatakan, dana Rp 100 miliar itu digunakan untuk mendukung kampanye pemenangan Anas Urbaningrum dalam Kongres Partai Demokrat di Bandung pada Mei 2010.

Anas memang menang dalam pemilihan ketua umum Demokrat di Bandung itu. Dia mengalahkan Marzuki Alie dan Andi Mallarangeng. Mantan Ketua Umum PB HMI itu mengantongi 280 suara.

Ketika disidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Nazar juga mengungkapkan para pendukung Anas mendapat ’’kompensasi’’ Rp 100 juta, sebuah BlackBerry, dan pulsa Rp 500 ribu.

Dari 60-an saksi yang diperiksa KPK, dua di antaranya adalah mantan Ketua DPC Partai Demokrat, yakni Diana Marinka (Ketua DPC Minahasa Tenggara) dan Ismiati Saidi (Boalemo, Gorontalo).

Keduanya mengakui menerima tali asih Rp 30 juta plus 7.000 dolar AS (setara Rp 63 juta) dan sebuah BlackBerry berisi pulsa Rp 500 ribu. Mereka juga diminta meneken surat pernyataan bermaterei Rp 6.000 yang isinya wajib memberikan suara kepada Anas Urbaningrum. Pengakuan kedua wanita itu sama persis dengan kesaksian Nazaruddin.

Nazar juga mengungkapkan istri Anas —Atthiyah Laila— terlibat dalam proyek milik Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) itu. Atthiyah disebutnya bekerja sama dengan kolega Anas, Mahfud Suroso.

Dalam penyelidikan KPK, belakangan diketahui bahwa Atthiyah memang terdaftar sebagai komisaris di PT Dutasari Citralaras, perusahaan kontraktor yang ikut ’’kecipratan’’ proyek itu. PT Dutasari menjadi subkontraktor PT Adhi Karya yang memenangi lelang proyek Hambalang.

Oleh PT Adhi Karya, Dutasari diberi bagian proyek senilai Rp 324 miliar. Mahfud adalah direktur PT Dutasari, yang sebagian sahamnya dimiliki oleh Atthiyah Laila. KPK sudah melarang Mahfud bepergian ke luar negeri sejak beberapa bulan lalu.

Nazar juga menyebutkan bahwa sertifikat tanah Hambalang bisa terbit karena campur tangan Anas. Menurut dia, Anas pernah meminta anggota Komisi II DPR, Ignatius Mulyono, untuk menanyakan kelanjutan penyertifikatan tanah Hambalang itu ke Badan Pertanahan Nasional (BPN).

Belakangan, ketika diperiksa sebagai saksi di Pengadilan Tipikor Jakarta, Ignatius mengakui persis seperti yang diungkapkan Nazaruddin. Ignatius menyatakan pernah diminta Anas untuk mengurus sertifikat tanah Hambalang langsung ke BPN.

Menurut dia, setelah diurus, sertifikat itu selesai dua minggu kemudian atau pada 20 Januari 2010. Sertifikat tersebut kemudian diambilnya dan diserahkan kepada Anas.

Posting Komentar

0 Komentar