Ticker

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Responsive Advertisement

Film Prometheus, Perjalanan Mencari Tuhan

RIDLEY Scott datang, ketegangan menjelang. Via film besutannya bergenre science fiction berjudul Prometheus, bersama penulis skenario Jon Spaihts dan Damon Lindelof dia kembali menghadirkan ketegangan hakiki.

Yaitu ihwal pencarian asal muasal manusia oleh penciptanya yang dalam bahasa para pelakon film itu disebut "para insinyur".

Tanpa bermaksud menukar ilmu pengetahuan dengan keyakinan kosong atau dalam hal itu agama samawi, Scott yang pernah mengagetkan via filmnya Silence of the Lamb itu menyuguhkan kegilaan dalam bentuk yang lain dalam balutan ilmu pengetahuan. Yaitu, ikhktiar manusia untuk menemui pencipta-nya (dengan n kecil).

Caranya? Mengutus sejumlah orang terpilih yang dilakoni Noomi Rapace, Michael Fassbender, Guy Pearce, Idris Elba, Logan Marshall-Green dan Charlize Theron dengan menumpang pesawat luar angkasa bernama Prometheus ke sebuah planet di sebuah gugusan di luar gugusan bintang Bimasakti untuk mendarat di sebuah planet yang dipercaya menjadi awal penciptaan makhluk bernama manusia.

Namun perjalanan panjang berbilang tahun itu alih-alih berhasil menemui penciptanya, justru bisa membuat planet bumi terancam keselamatan dan kelestariannya.

Apa yang istimewa dari film yang diikhtiarkan sebagai prequel film Scott buatan tahun 1979 yang bergenre science fiction horror berjudul Alien itu? Keberanian sebuah ikhtiar untuk mempertemukan makhluk ciptaan dengan penciptanya.

Hanya dengan petunjuk bahwa DNA manusia bumi sama persis dengan DNA manusia di planet itu maka disimpulkan manusia bumi berasal dari planet yang telah mereka darati itu.

Namun, Prometheus menciptakan mitologi dan logikanya sendiri. Logika yang memancing ketegangan tak terperikan jika manusia benar-benar berhasil menemui pencipta-nya.

Berhasil

Film yang mengambil lokasi syuting di Inggris, Islandia, Spanyol dan Skotlandia itu sangat berhasil mencitakan efek fiksi yang sangat luar biasa. Berlatar tahun 2089, ketika para ahli arkeologi menemukan sebuah situs kuno yang menjelaskan asal muasal manusia, sekaligus undangan untuk menemui para "engineers" atau penciptanya, bermulalah ketegangan pelan dan pasti diantarkan ke depan pintu rumahnya.

Dengan dukungan dana tak terbatas dari Peter Weyland, CEO Weyland Corporation, mereka menciptakan pesawat luar angkasa Prometheus untuk menuju planet LV-223.

Tidak hanya menyertakan sejumlah ahli, sebuah robot android bernama David juga mereka sertakan. Maka pada tahun 2093 perjalanan yang diklaim sangat penting bagi peradaban manusia itu pun dimulai.

Hebatnya, perjalanan melipat ruang dan waktu itu akhirnya sampai di rumah pencipta manusia. Dengan tanda sebuah patung monolit berbentuk kepala manusia dengan sejumlah mayat aliens yang bergelimpangan di dalam situs itu.

Dari situlah cerita sebenarnya bermula. Ketika anggota kru satu demi satu meregang nyawa mereka demi ikhtiar menemui penciptanya.

Sejauh mana keinginan manusia untuk menemui kenyataannya dapat dipertahankan, ketika nilai-nilai kemanusiaan masih kuat berada di dalam benak manusia? Dalam film Prometheus nilai-nilai kemanusian itu dipertaruhkan sekaligus mengingatkan, --sepertinya menjadi tesis Scott yang ingin dengan lirih mengatakan-- Tuhan yang banyak disebut dan disembah dengan berbagai macam nama dan cara itu sangat tidak terjelaskan dan tidak terjangkau dengan ilmu pengetahuan yang paling terdepan sekalipun.

Posting Komentar

0 Komentar