Ticker

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Responsive Advertisement

Demokrat Kembali Memanas

JAKARTA - Kondisi internal Partai Demokrat kembali memanas. Ketua Departemen Komunikasi dan Informatika DPP Partai Demokrat Ruhut Sitompul memberi pernyataan yang meminta agar kader-kader partai mengundurkan diri bila terkait dengan kasus, mulai Wisma Atlet sampai Hambalang.

”Jangan sampai dimundurkan, apalagi melalui mekanisme partai,” tegas Ruhut. Sebelumnya, anggota Komisi III DPR ini juga pernah meminta Ketua Umum DPP PD, Anas Urbaningrum untuk nonaktif dari jabatannya.

Hal ini disampaikan setelah dalam persidangan dengan tersangka mantan Bendahara PD, Muhammad Nazaruddin, nama Anas disebut-sebut ikut terlibat dalam kasus korupsi pembangunan wisma atlet dan proyek Hambalang.

Menurut Ruhut, meskipun asas praduga tidak bersalah harus dihormati, namun kader partai yang ikut disebut-sebut dalam sebuah kasus hukum juga harus mempertimbangkan sanksi sosial yang akan diterima partai, terutama menyangkut popularitas dan elektabilitas partai menjelang pemilu.

Sebab, menurunnya kepercayaan masyarakat pada Partai Demokrat lebih diakibatkan oleh sanksi sosial dari masyarakat dalam kasus korupsi pembangunan wisma atlet dan proyek Hambalang.

Menurut Ruhut, meskipun asas praduga tidak bersalah harus dihormati, namun kader partai yang ikut disebut-sebut dalam sebuah kasus hukum juga harus mempertimbangkan sanksi sosial yang akan diterima partai, terutama menyangkut popularitas dan elektabilitas partai menjelang pemilu. Sebab, menurunnya kepercayaan masyarakat pada Partai Demokrat lebih diakibatkan oleh sanksi sosial dari masyarakat.

”Jadi saya kembalikan kepada kader-kader itu, kalau sayang kepada partai, legawa. Siapa lagi yang mau menyelamatkan partai ini,” imbuhnya.

Namun, Ketua Departemen Perekonomian DPP PD, Sutan Bhatoegana mengingatkan agar para elite partai tidak terpecah dan menghakimi Andi Mallarangeng, termasuk dengan memintanya mengundurkan diri.

Dia menegaskan, seluruh kader PD seharusnya menyerahkan penyelesaian kasus Hambalang kepada aparat penegak hukum.

Hal yang sama juga diungkapkan Wakil Ketua Umum DPP PD, Max Sopacua yang menyatakan bahwa sebaiknya tidak perlu mendesak Andi Mallarangeng untuk mundur dari jabatannya. Pasalnya, mantan jubir SBY itu dinilai lebih mengetahui langkah apa yang harus diputuskan.

Selain itu, menteri merupakan pembantu presiden, dan Presiden SBY pasti juga memantau kinerja para menterinya, termasuk Andi Mallarangeng. ”Saya pikir dia akan punya keputusan sendirilah. Dia kan pembantu presiden, saya kira semua itu dia lebih paham,” katanya.

Adapun anggota Dewan Pembina DPP PD, Achmad Mubarok mengatakan, pernyataan Ruhut tidak perlu didengar, karena sudah biasa dan tidak ada yang istimewa. Apalagi, dalam menyikapi kasus hukum yang menyangkut kader partai, Demokrat sudah punya garis, yakni asas etika, asas hukum dan asas organisasi.

Dalam asas etika, sudah tertulis jelas bahwa siapapun kadernya, kalau statusnya sudah menjadi tersangka, maka yang bersangkutan harus mengundurkan diri.

”Dalam kasus Hambalang, Andi Malarangeng belum jadi apa-apa kok. Dia bukan tersangka kok, jadi tak perlu mundur. Ruhut itu kan pemain sinetron politik. Soal Hambalang, kita tunggu prosesnya,” tukasnya.

Bagaimana Andi menanggapi permintaan Ruhut itu?

“Jabatan saya sebagai menteri diangkat dan diberhentikan oleh presiden,” kata Andi.

Andi menegaskan, jabatan menteri sepenuhnya hak prerogatif presiden. Jadi apapun keputusan presiden soal posisinya dia akan menerima.

“Kapan saja bisa diberhentikan, dan harus siap,” tegas Andi.

Proses Anggaran

Menteri Keuangan Agus Martowardojo, mengatakan, proses penganggaran proyek pusat olahraga Bukit Hambalang di Sentul, Bogor dilakukan melalui persetujuan DPR. Sementara, peran menteri keuangan hanya menyetujui bahwa proyek tersebut dilakukan secara multi years atau dilakukan selama lebih dari setahun.

Menurutnya, biasanya satu proyek yang ada dalam APBN dimulai dan diselesaikan dalam satu tahun. Namun, jika proyek yang diajukan pembangunannya melebihi satu tahun, maka Kementerian/Lembaga (K/L) yang mempunyai proyek tersebut harus melakukan kajian kenapa proyek tersebut tidak bisa dilakukan selama setahun.

”Kalau ternyata dia mempunyai dasar yang kuat sehingga ingin mengajukan lebih dari satu tahun, dia akan mengajukan kepada menteri keuangan, permintaan untuk multiyears. Dan permintaan untuk multi years harus didukung dari studi yang baik,” jelasnya, ditemui di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (31/5).

Selanjutnya, tambah Agus, jika menteri keuangan menilai proyek tersebut layak untuk dilakukan secara multi years maka akan disetujui. ”Tapi setujunya menteri keuangan bukan berarti karena memiliki anggaran. Anggarannya harus nanti dibuat dengan persetujuan kementerian lembaga dan DPR,” tambahnya.

Dia menegaskan, pihaknya hanya menyetujui apakah proyek tersebut bisa multi years atau tidak. Namun, soal anggaran tetap harus melalui persetujuan DPR dalam hal ini adalah Komisi X terkait proyek Hambalang.

Lebih lanjut, Agus menandaskan, pihaknya siap mendukung pemeriksaan kasus tersebut. ”Jadi kalau kasus itu mau dilakukan pengusutan, atau mau dilakukan audit, kalau hal-hal terkait kementerian keuangan, kami pasti akan berikan dukungan penuh,” ujarnya.

Menurutnya, proyek Hambalang adalah salah satu dari 22 ribu satuan kerja. ”Satuan kerja itu ada banyak. Nah mungkin salah satu proyeknya adalah di Hambalang. Tetapi kalau dari Hambalang, kalau terkait dengan penganggaran, bagaimana prosesnya, bagaimana yang tadinya single year menjadi multi years, itu nanti kita bisa jelaskan,” jelas Agus.

Seperti diketahui, proses penganggaran proyek Hambalang memicu kontroversi di samping persoalan tanah ambles di lahan kompleks tersebut. Kontroversi bermuara pada penetapan anggaran yang mencapai Rp 1,3 triliun, dari proyek single year menjadi multi years. Saat ini pembangunan sport center itu dihentikan sejak Maret 2012 karena konstruksi bangunan ambles. Saat ini para ahli sedang diminta mengevaluasi.

Posting Komentar

0 Komentar