Ticker

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Responsive Advertisement

Demokrasi Mesir dalam Bahaya

KAIRO - Ikhwanul Muslimin (IM) memperingatkan demokrasi di Mesir kini dalam bahaya besar setelah Mahkamah Konstitusi (MK) membatalkan hasil pemilihan umum tahun lalu.

Ditegaskan, Mesir akan bergejolak jika kekuasaan dikembalikan kepada mereka yang terkait dengan rezim sebelumnya.

Mahkamah Konstitusi dalam keputusannya pada Kamis (14/6) malam waktu setempat menyebutkan, prosedur yang digunakan untuk menyelenggarakan pemilihan umum tahun lalu tidak konstitusional sehingga hasilnya tidak sah dan perlu dilakukan pemilihan ulang.

”Keputusan terkait parlemen meliputi pembubaran Majelis Rendah secara keseluruhan karena undang-undang yang digunakan untuk menyelenggarakan pemilihan bertentangan dengan konstitusi,” tegas Ketua MK Farouk Soltan.

MA mempertimbangkan keabsahan pemilihan parlemen tahun lalu karena sebagian kursi diperebutkan melalui sistem proporsional, sedangkan sebagian lainnya diperebutkan dengan sistem suara terbanyak.

Dengan adanya keputusan itu, kekuasaan legislatif kembali diserahkan kepada Dewan Tertinggi Angkatan Bersenjata (SCAF) yang pernah bertugas mengawasi proses transisi Mesir setelah penggulingan Hosni Mubarak pada Februari 2011.

Mahkamah Konstitusi juga memutuskan mantan PM Ahmed Shafiq tetap diperbolehkan mengikuti pemilihan presiden putaran kedua yang akan digelar pada 16 dan 17 Juli ini.

Lemahkan Revolusi

Pihak oposisi khawatir, SCAF mencoba untuk meningkatkan pengaruhnya lagi dan menyebut keputusan MA sebagai sebuah ”kudeta” untuk melemahkan revolusi, yang dilakukan oleh para hakim yang diangkat oleh mantan Presiden Mubarak.

Ikhwanul Muslimin yang meraih 46 persen suara di parlemen, menyatakan keputusan itu mengindikasikan Mesir tengah menuju ”hari-hari yang sulit yang mungkin lebih berbahaya dari hari-hari terakhir kekuasaan Mubarak”.

”Semua upaya revolusi demokratis mungkin akan terhapus dengan mengembalikan kekuasaan ke simbol era sebelumnya,” bunyi pernyataan tersebut.

Mohammed Mursi yang merupakan kandidat dari Ikhwanul Muslimin mengaku sangat tidak puas meski menerima keputusan MK tersebut. Bagaimana pun juga dia memperingatkan bahwa negaranya dalam kondisi titik balik.

”Minoritas mencoba untuk mengorupsi bangsa dan membawa kita kembali. Kami akan datang ke kotak suara untuk mengatakan tidak bagi mereka yang gagal, bagi mereka yang kriminal.”

Sejumlah tokoh politik lain juga mengecam keputusan ini dengan menyebut presiden mendatang akan memimpin tanpa parlemen atau sebuah konstitusi.

Tokoh Islamis, Abdul Moneim Aboul Fotouh, yang ikut ambil bagian dalam putaran pertama pemilihan presiden pada Mei lalu mengatakan bahwa pembubaran parlemen tersebut sebagai ”kudeta total”.

Partai Salafi Al-Nour, yang memiliki wakil terbanyak kedua di parlemen, mengatakan keputusan tersebut menunjukkan ”sebuah penghinaan atas kebebasan para pemilih”.

Ratusan pendemo juga kembali berkumpul di Lapangan Tahrir, Kairo, untuk mengungkapkan kemarahan mereka atas keputusan tersebut.

Posting Komentar

0 Komentar