Ticker

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Responsive Advertisement

AS Ancam Kirim Tentara ke Suriah

WASHINGTON - Pembantaian warga sipil di Suriah membuat Amerika Serikat bereaksi keras. Negara Paman Sam itu mengancam menggunakan kekuatan militer untuk mengatasi konflik berdarah tersebut.

“Saya fikir opsi militer harus dipertimbangkan,” kata Kepala Staf Militer AS Jenderal Martin Dempsey seperti dikutip CNN, Kamis waktu setempat.

Militer AS, Inggris, Yordania, dan Israel telah membicarakan opsi pengerahan tentara ke Suriah jika jalur perundingan gagal menghentikan konflik Suriah.

Menurut pemerintah AS, pengiriman tentara itu diperlukan untuk menjaga agar Suriah tidak menggunakan senjata biologi dan kimia. Selain itu, untuk menghentikan pembantaian warga sipil Suriah.

Menurut Ketua Komite Intelijen Parlemen Mike Rogers, Amerika Serikat memiliki kemampuan untuk memerangi rezim Presiden Bashar al-Assad. “Ada kemampuan yang bisa dilakukan AS, ini berkaitan dengan mitra Liga Arab kami,” kata senator Partai Republik dari Michigan itu.

Kecam Rusia

Saat meningkatkan tekanan diplomatik terhadap Assad dan memperingatkan ancaman perang saudara di Damaskus, Washington mengecam Moskwa lantaran mempersenjatai pemerintah Suriah.

Menlu AS Hillary Clinton mengatakan kebijakan Rusia untuk menolak aksi Dewan Keamanan PBB terhadap Damaskus hanya akan meningkatkan kemungkinan meletusnya perang saudara.

”Para pejabat Rusia mengatakan kepada saya bahwa mereka tidak ingin menyaksikan perang saudara. Saya katakan kepada mereka bahwa kebijakan mereka justru memperbesar kemungkinan terjadinya perang saudara,” kata Hillary di Denmark, kemarin.

Di markas PBB di New York, Dubes AS Susan Rice menggambarkan pengiriman senjata Rusia ke Suriah sebagai ”patut dicela” sementara menuduh Damaskus berbohong dengan membantah terlibat dalam pembantaian yang menewaskan 108 orang di Houla, pekan lalu.

Kecaman Rice itu dilontarkan menyusul laporan pekan lalu bahwa sebuah kapal Rusia yang mengangkut senjata tiba di Pelbuhan Tartus, Suriah. Kapal tersebut, Professor Katsman, tampaknya mematikan transponder pada 26 Mei di sekitar Tartus, kata Sadia Hameed dari kelompok Human Rights First. Kapal itu dilacak dari Piraeus di Yunani.

Namun Dubes Rusia di PBB Vitaly Churkin menolak kecaman soal penjualan senjata itu. Dia bersikeras senjata itu legal dan tidak berpengaruh pada konflik Suriah.

Kecaman tersebut dilontarkan setelah Sekjen PBB Ban Ki-moon memperingatkan Suriah di ambang perang saudara mengerikan menyusul pembantaian di Houla saat 49 anak ikut jadi korban.

Pemimpin Suriah menolak tudingan pembantaian itu. Mereka balik menuding pembunuhan dilakukan oleh pemberontak untuk menggagalkan proses perdamaian dan memancing intervensi militer Barat.

Posting Komentar

0 Komentar